Pojokkiri.com

Gadis Kecil Iis Airlia dalam Ekspedisi Gunung Tersulit di Sulawesi Selatan, Tolangi, Balease dan Kabentonu

Iis Airlian paling kanan bercadar bersama Tim Ekspedisi Sulawesi Selatan, Tolangi, Balease, dan Kabentonu

Surabaya, Pojok Kiri-Gunung Balease, seperti yang kita dengar merupakan gunung dengan trek tersulit di Sulawesi Selatan, dengan 3 puncaknya. Yaitu puncak Tolangi 3016 mdpl, puncak Balease 2984 mdpl, dan Kabentonu 2886 mdpl. Puncak Kabentonu sendiri merupakan puncak terakhir yang merintis ialah Korpala Universitas Hasanudin Makasar tahun 2004 dan hingga kini jarang terjamah oleh pendaki Indonesia.

Kenalkan saya Iis Airlia kebetulan hobiku adalah mendaki gunung, petualang alam bebas dan sangat mencintai alam pegunungan, hutan dan tempat-tempat wisata yang sangat menantang dan memacu andrenalin. Sudah puluhan gunung di Jawa dan diluar Jawa pernah aku kunjungi. Bagiku gunung adalah hidupku, petualanganku dan nafasku. Dalam satu bulan saya tidak mendaki gunung terasa ada yang hilang dalam diriku.

Mendaki gunung adalah olahraga ekstrim, untuk sampai kesana perlu perjuangan berat, apalagi saya seorang cewek, masih muda dan biasa teman Wartawan Pojok Kiri memanggilku Gadis Kecil. Padahal aku sudah besar, “Eh tapi jangan panggil aku anak kecil paman” ujarku saat aku dipanggil gadis kecil.

Selepas Idul Fitri, setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa, Jiwa petualanganku mulai memberontak. Satu bulan penuh aku tidak menjamah hutan dan gunung terasa badan ini kaku. Kegilaan ku dalam mendaki Gunung mirip sama Bang Rocky Gerung, yang hampir tiap pekan mendaki gunung dan menjelajah alam bebas.

Kali ini aku ingin berbagi cerita seru yaitu melakukan sebuah Ekspedisi ke luar pulau Jawa tepatnya di Sulawesi Selatan. Syarat utama yang harus dipersiapkan adalah mental, fisik, pengetahuan dan yang penting adalah ijin dari orang tua. Bagimana agar bisa dapat ijin, “kepercayaan” orang tua adalah kuncinya, hal penting yang harus dijaga. Alhamdulillah orang tua mendukung dan mengijinkan anaknya untuk berangkat kesana.

Tepatnya pada momen libur lebaran kemarin 2024, saya menyempatkan waktu untuk melakukan Ekspedisi TOBAKU (Tolangi, Balease, Kabentonu) di Sulawesi Selatan. Berangkat naik kapal dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menuju pelabuhan Makasar Alhamdulilah saya jalani dengan aman dan lancar.

Setibanya di Makasar saya singgah dirumah kontrakan teman, namanya Ella untuk bermalam. Berlanjut keesokan harinya singgah di Sekret FPL (forum pemerhati lingkungan) Makasar. Kemudian lanjut lagi singgah dirumah teman, di jalan Perintis Makasar. Disini kami bertemu dengan tim sebelum lanjut naik bus ke Palopo.

Tim kami delapan orang dari berbagai daerah, Jefry dari Pekan Baru, Olan Kurniawan dari Banten, Amsir Sinaga dari Bandung, Hengki Bayu dari Cikarang, Alin dari Sukabumi, mereka berangkat dengan naik pesawat, dua teman dari Makasar yaitu Weno dan Fadil, dan saya sendiri dari Pasuruan yang naik kapal laut dari Surabaya.

Pada tanggal 14 April Jam 20.00 WITA, kami naik bus dari Makasar ke Palopo untuk singgah di sekretariat OPA KIRANA, Leader atau Guide yang akan mengantar kami ekspedisi Balease. Yaitu Rifal, Cakra dan Andar.

Tiba di Palopo, kami mempersiapkan logistik dan melanjutkan perjalanan kembali kurang lebih 2,5 jam menggunakan mobil pick up menuju Bone Bone ( salah satu tim opa kirana) untuk bermalam sebelum memulai treking hari esok.

Tanggal 15 April pagi, kami lanjut ke desa Bantimurung, Bone Bone, Luwu Utara. Disinilah titik pendakian 11 hari kami melaui jalur umum Bantimurung, kecamatan Bone Bone dan turun lintas Tamboke, kecamatan Sukamaju, kabupaten Luwu Utara. Sebelum melakukan pendakian, kami meminta ijin terlebih dahulu ke pemerintah setempat, ke Polsek Bone-Bone, Kec. Bone-Bone, dan Kepala Desa Bantimurung.

Kami start naik dari elevasi 25 meter. Jalur umum bantimurung menyebrang sungai. Setelah menyebrangi sungai kami menggosok badan dengan autan untuk mengantisipasi serangan pacet. Katanya sih disini kerjaan pacet. Selain autan kami juga siapkan hand sanitizer yang fungsinya sama. Lalu kami mulai berjalan.

Sebelum pos 1 langkah kami harus terhenti karna adanya jalur yang longsor, dan leader sempat mencari cari dimana jalur yang hilang. Akhirnya kami menggunakan webbing untuk naik, kemudian melanjutkan berjalan sampai di atasnya pos satu untuk camp 1.

Sial, 3 orang dari kami ber 11 yaitu saya, Cakra dan Andar kena sengatan lebah. Saya sendiri disengat 4 sekaligus bagian kaki paha kanan. Untung saja bawa perlengkapan obat, jadi minum paracetamol biar tidak sampai demam. Dan untungnya tidak demam, hanya bengkak dan nyeri dihari itu saja. Hemm, ini pertama kalinya saya merasakan sengatan lebah.

Belum lagi harus melewati rotan, hutan lumut, merayap dan menanjak, karaktisritik Balease. Gunung Tolangi Balease bisa dicapai antara 8 – 10 hari tergantung fisik. Dan untuk ke puncak Kabentonu nya nambah 1-2 hari pp.

Di hari kelima kami berhasil mencapai puncak pertama Tolangi. Cuaca cerah waktu itu kesempatan kami untuk menjemur baju, karena sebelumnya dihajar hujan tiap hari. Camp di Tolangi kami ada masakan tambahan yaitu kacang hijau lanjut seperti biasa tak lupa mengabadikan momen. Karena ketika turun tidak melewatinya lagi.

Esok pagi, kami lanjut ke puncak kedua Balease lagi lagi diguyur hujan. Sehingga membuat kami berhenti berteduh dibawah flysheet sambil menunggu agak reda. Dan akhirnya tiba juga di puncak Balease siang hari. Berbeda dengan Tolangi, di Balease tidak ada panas, namun kami tetap menjemur angin angin baju. Anehnya ada ratusan lebah bermunculan hinggap di baju yang kami jemur.

Camp di Balease kami tidak mendapat hal yang aneh aneh atau mistis. Karena kalau pun ada, cukup diam saja. Keseokan harinya hari ke 7 kami lanjut untuk camp di alun alun kabentonu. Sebelum tiba dilokasi camp terdapat danau Karaue yang sangat indah. Nama Karaue diambil dari pegunungan karaue.

Ciri khasnya punggungan, cantigi, naik turun, dan vegetasi yang masih rapat, membuat langkah kami harus hati hati. Kondisi yang masih hujan kami tiba di camp alun alun, camp yang terbatas dan trek yang becek.

Untuk menuju ke puncak Kabentonu kami lanjut besok pagi, hari ke – 8. Jarak dari tempat camp ke puncak sekitar 30 menitan. Akhirnya, lega dan bahagianya kami berhasil menggapai 3 puncak ekspedisi pegunungan karaue.

Setelah mengabadikan momen kami lanjut turun. Packing untuk pulang. Berjalan lagi melewati danau karaue, dan kami camp di camp Khansa. Camp yang paling dingin yang saya rasakan karena hujan deras semalaman, tenda basah, sleeping bag pun juga sedikit basah. Mungkin karena lokasi camp nya di hutan lumut jadi saya merasakan hawa dingin.

Esok pagi, masak masak seperti biasa perut kenyang kami packing melanjutkan perjalanan ke camp selanjutnya di camp simpang. Camp simpang ini pertemuan jalur Bantimurung, Tamboke dan Balease. Jadi untuk sampai di lokasi camp simpang, melewati puncak Balease lagi, break di lembah waru.

Mumpung cerah kami gas poll lembah waru ke camp simpang. Malam hari seakan akan mau berpisah, kami banyak bercerita dan sharing karna berhari juga kami sudah seperti keluarga.

Dari camp simpang, besok paginya kami kembali melaknjutkan perjalanan ke camp terkahir di pos 4 tamboke. Hujan deras ditengah perjalanan tidak membuat langkah kami berhenti. Karena saking semangatnya turun, kami tiba di lokasi pos 4 sekitar jam 5 sore.

Ini danau karaue

Rintik hujan menemani cerita cerita kami pada malam itu, Sedih juga sih tidak terasa sampai di camp terkahir. Pada tanggal 25 April, hari ke – 11 adalah hari pendakian terakhir kami.

Kami packing lebih pagi dari biasanya karena semangat turun untuk pulang sudah pol polan. Pagi itu kami memasak nasi tidak sampai matang karena gas sudah habis. Jadi kami sarapan dengan nasi itu dengan rebusan mie agar kami ada tenaga untuk turun.

saat persiapan berangkat menuju pendakian

Disini melewati taman Anoa, dan jarak dari pos ke pos sangat jauh, melipir, hutan lumut, masih rapat, berduri, akar yang melintang, dan tidak terhitung pula melewati pohon tumbang. Maka tidak heran jika Balease dikenal dengan trek tersulit di Sulawesi Selatan.

Dan alhamdulillah, alam merestui langkah kami, biarpun sempat hujan tapi panas. Langkah untuk turun tidak terhenti karena sudah membayangkan bakso dan makanan yang enak enak ketika turun nanti. Dan akhirnya sampai juga kami di pintu rimba Tamboke. Menyebrangi sungai lagi, lalu bersih bersih, sebelum berjalan kembali melewati kebun warga dan berhenti di pondokan warga. Sembari menunggu jemputan mobil pick up balik ke Palopo, karena gas juga sudah habis, di pondokan warga ada kayu bakar, jadi kami memasak beras buat dijadikan bubur untuk bersantap malam setelah melakukan perjalanan turun dari pos 4 Tamboke ke pintu rimba. Dibalik suksesnya ekspedisi Tolangi Balease Kabentonu, saya yakin ada doa ibu, doa orang tua untuk keselamatan anaknya.(Diceritakan ‘Gadis Cilik’ Iis Airlia pada Wartawan Pojok Kiri –Minggu 6 Juni 2024)