Pojokkiri.com

Pengelola Makam Mbah Bungkul Bukan Ahli Waris Juru Kunci

Ahli waris Oesman alias Usman Moch Oesman alias Ach Oesman (kiri).
Ahli waris Oesman alias Usman Moch Oesman alias Ach Oesman (kiri).

Surabaya Pojok Kiri – Taman Bungkul telah menjadi aset pemerintah Kota Surabaya sejak 2016 silam. Di dalam area seluas satu hektar tersebut, terdapat sebuah makam Mbah Bungkul dan sebuah rumah yang dulunya ditempati oleh seorang “Kuncen” atau Juru Kunci bernama Oesman. Sayangnya, pengelola makam bukan ahli waris.

Menurut Iwan Virgianto, juru kunci pertama yang menempati tanah partikelir/eigendom verponding makam Mbah Bungkul adalah Kyai Soden. Sepeninggal Kyai Soden lalu dilanjutkan oleh Kyai Kardie, Buyut Njanggot, Kakek Baboe Patie.

Kakek Baboe Patie lalu menurunkan kepada PA. Patimah alias PA Partimah. Tepatnya di 1913. Kemudian, turunan kelima itu mewariskan kepada Oesman alias Usman Moch Oesman alias Ach Oesman di 1917.

“Saya ada bukti aslinya berupa dua surat partikelir atau eigendom verponding. Dalam surat-surat tersebut tercatat dengan jelas siapa sebenarnya ahli waris juru kunci makam,” tutur Iwan Virgianto saat ditemui di area makam Mbah Bungkul.

Lebih lanjut Iwan menjelaskan, bahwa Oesman kemudian menikah dengan Supijatun dan dikaruniai 5 orang anak yang terdiri 1 orang laki-laki dan 4 anak perempuan. Mereka adalah Chusnul Huda (alm), Lilik Hadjidjah (alm), Lulik Chodijah, Maria ulfa dan Lisa Novita Al Narisah.

“Saya anak pertama dari almarhumah Lilik Hadjidjah. Itu Ibu saya. Ayah saya almarhum Mohamad Nur Hasan. Selain saya ada adik-adik saya Aditya Indrajaya, Imma Nurliana dan Icha Nurliani,” jelasnya.

Sementara Chusnul Huda, sambung Iwan, menikah dengan Nur Endahjati dan memiliki dua orang anak “Namanya Kurnia Yunita dan Armando Iman Setiawan,” imbuhnya.

Iwan menyampaikan bahwa selain surat eigendom, dirinya juga memiliki kekuatan hukum berupa penetapan ahli waris (PAW) yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Surabaya. Selain itu, Iwan juga menyebutkan berdasarkan PAW tersebut dibuatlah Yayasan Oesman Bungkul.

“Penetapannya nomer 5138/Pdt.G/2023/PA.Sby. Atas dasar PAW itu kita buat Yayasan,” ucapnya.

Saat disinggung siap pengelola makam Mbah Bungkul saat ini, Iwan menegaskan bukan pihak ahli waris juru kunci. Pengelolaan dikuasai oleh orang luar yang tidak ada garis keturunan juri kunci pertama.

“Pengelolanya bukan keturunan juru kunci (ahli waris). Pada 24 Agustus 1993, juru kunci Oesman telah meninggal dunia. Sebelum 40 harinya, terjadi polemik di dalam makam khususnya dalam hal pengelolaan .

“Ibu saya lalu dimediasi di Koramil, Marmoyo bersama warga Bungkul yang bukan sedarah atau ahli waris untuk pembuktian keaslian surat dari keturunan juru kunci makam taman Bungkul,” sambungnya.

Pada saat itu, kata Iwan, terbukti bahwa surat yang dibawa oleh Lilik Hajijah adalah asli karena warga yang bukan turunan tidak dapat membuktikan bahwa surat itu palsu atau mereka tidak bisa membuktikan bahwa mereka mempunyai surat yang asli.

“Dan akhirnya setelah selesai mediasi, para warga yang bukan keturunan merebut pengelolaan makam yang sebelum nya dipegang oleh Almarhum Oesman turun temurun sampai sekarang,” beber Iwan.

Menurut Iwan, pengelolaan yang sekarang ini banyak merubah adat yang sebelum nya biasa dilakukan oleh Almarhum Oesman seperti perbaikan fasum area makam bungkul. Pengelolaan makam bungkul yang sekarang ini tidak berbadan hukum atau Yayasan. “Jadi pemasukan dan pengeluaran tidak transparan, tidak akurat dan tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

Ditambah lagi, kata Iwan, pemukiman yang sekarang di dalam makam semakin bertambah banyak dan semakin kumuh. Padahal didalam area makam itu yang tercatat PBB nya di BAPENDA Surabaya cuma 5 rumah saja. Maka dari itu, ahli waris yang sudah mendirikan Yayasan Keluarga Oesman yang berbadan hukum.

“Supaya pengelolaan makan bungkul lebih transparan dan dipergunakan untuk kepentingan makam bukan kepentingan pribadi,” tandasnya.