Pojokkiri.com

Evaluasi SPMB 2025, Ning Lia Minta Kuota Afirmasi Disabilitas Ditingkatkan

Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama

Surabaya, Pojokkiri.com – Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, menyoroti pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 yang dinilai masih belum sepenuhnya berpihak pada peserta didik penyandang disabilitas.

Ia menekankan bahwa perlu adanya perhatian khusus terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) agar tidak terpinggirkan dalam sistem penerimaan siswa baru.

Menurut Ning Lia, penentuan kuota jalur domisili SMA sebesar 35 persen berpotensi mengurangi porsi jalur afirmasi. Padahal, jalur afirmasi menjadi satu-satunya ruang bagi anak-anak difabel untuk mengakses pendidikan di sekolah menengah.

“Ketika kuota domisili diperbesar, tentu berpengaruh terhadap jalur lain, salah satunya afirmasi. Padahal, jalur afirmasi inilah yang menjadi tumpuan bagi siswa penyandang disabilitas untuk mengakses sekolah menengah,” jelas Ning Lia dalam rapat dengar pendapat umum Komite III DPD RI bertema Optimalisasi Sistem Zonasi PPDB Guna Pemerataan Pendidikan yang Berkualitas dalam Rangka Ketahanan Nasional, pada Selasa (26/8).

Dalam Permendikdasmen No. 3 Tahun 2025, kuota jalur domisili SMA ditetapkan minimal 30 persen. Namun, dalam praktik di beberapa daerah, angka tersebut dinaikkan menjadi 35 persen. Kondisi ini secara langsung menggerus kuota afirmasi, termasuk untuk penyandang disabilitas.

Beberapa daerah hanya membuka jalur afirmasi difabel sebesar 3 persen dari total pagu sekolah. Tidak ada jalur domisili khusus bagi siswa difabel, sehingga peluang mereka semakin terbatas. Meski mereka dapat mendaftar di dalam maupun luar zona, kesempatan diterima tetap sangat kecil.

“Pendidikan inklusif harus benar-benar dijamin. Jangan sampai hanya formalitas dalam aturan, tapi realisasinya malah semakin menyempitkan ruang ABK. Kami berharap nantinya revisi kebijakan memastikan hak atas pendidikan anak-anak disabilitas, baik di sekolah inklusi maupun SLB, mendapat porsi yang adil,” tegas Ning Lia.

Lebih jauh, Ning Lia mendorong agar kuota afirmasi khusus penyandang disabilitas ditingkatkan, minimal di atas 3 persen, mengingat kebutuhan layanan inklusif semakin besar di berbagai daerah.

“Kebijakan pendidikan tidak boleh menempatkan siswa difabel sebagai kelompok marginal. Negara wajib hadir memberikan perlindungan penuh,” imbuhnya.

Ia juga berharap agar pemerintah pusat maupun daerah melakukan evaluasi serius terhadap distribusi kuota SPMB. Menurutnya, prinsip keadilan dalam pendidikan harus diwujudkan dengan langkah konkret, bukan sekadar wacana.

Sementara itu, masih ditemukan banyak kasus di lapangan terkait minimnya sekolah menengah inklusi di Indonesia. Muhammad, salah satu wali murid, mengaku kesulitan mencarikan sekolah bagi keponakannya yang baru lulus SMP.

“Bayangkan satu sekolah hanya menerima 2 siswa, kadang di satu wilayah tidak ada SMA/SMK inklusi. Saya merasakan sendiri kesulitan mencari sekolah buat keponakan saya ketika lulus SMP,” keluhnya.

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bukan hanya soal angka kuota, tetapi juga soal keberpihakan negara terhadap hak dasar warganya. Evaluasi SPMB 2025 diharapkan mampu menghadirkan kebijakan yang benar-benar memberi ruang setara bagi seluruh siswa, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan.

Dengan revisi kebijakan yang lebih adil, pendidikan inklusif di Indonesia bisa menjadi nyata, bukan sekadar jargon (Sam)

Berita Terkait

Diskusi Lesehan Bersama Dirintelkam Polda Jatim, Lia Istifhama Suarakan Perlindungan Cagar Budaya Pasca Kebakaran Grahadi

“Kencan SAE” ala Wali Kota Blitar: Edukasi Cinta Sehat, Syar’i, dan Bermartabat untuk Generasi Muda

Duka Jemur Wonosari: Tujuh Rumah Ludes Terbakar, Ning Lia Hadir Kuatkan Warga