Pojokkiri.com

Situbondo Harus Dijaga dari Jajahan Preman Politik

 

Situbondo, Pojok Kiri
Situbondo jangan sampai terjajah oleh preman politik yang meninggalkan identitas kota Santri, Situbondo harus tetap dijaga dengan Identitas Santri.

Hal ini diungkapkan oleh Abd. Rahman Saleh,
Pemerhati Politik dan Hukum Universitas Ibrahimy (UNIB) Sukorejo, Situbondo kepada Pojok Kiri, Jumat (19/4/2024).

Abd.Rahman pria asal Kecamatan Jangkar ini, juga mengatakan bahwa dalam politik kultural tidak ada yang namanya politik menakut-nakuti.

“Poros Nurul Jadid, Ponpes Wali Songo dan Ponpes Sukorejo adalah poros politik kultural. Ra Hamid adalah wajar menjadi rebutan antara Bondowoso dan Situbondo, karena tatanan politik kultural yang saat ini dicitakan dan diidealkan oleh masyarakat Situbondo dan Bondowoso, untuk menakut-nakuti pilihan politik adalah tidak benar mas, ” katanya.

Selain itu, Abd.Rahman juga meyakini bahwa di Situbondo tidak ada figur calon Bupati yang ideal kecuali tokoh kultural.

“Tidak ada figur calon Bupati Situbondo yang ideal, kecuali tokoh kultur yang harus didorong untuk maju menjadi calon Bupati Situbondo, “ucapnya.

Apabila Ra Hamid maju di Pilkada Bondowoso, menurut pandangan politik Abd. Rahman yang juga sebagai Ketua Dewan LBH Mitra Santri ini, menilai sosok Ra Fadhoil Rektor UNIB Sukorejo layak maju di Pilkada Situbondo.

Sementara itu, Abd. Rahman juga meyakini bahwa solusi yang terbaik bagi Situbondo, adalah harus dipimipin oleh Bupati yang menghormati tokoh kultur dari segala lini. Dalam politik kultural, menurut Abd. Rahman Saleh ada etika politik yang dijunjung tinggi sebagai sikap santun politik. Sekali lagi, jangan sampai Situbondo terjajah dengan preman politik yang meninggalkan identitas Kota Santri. Identitas politik kultural,.kata Abd. Rahman Saleh selalu mengedepankan tatakrama politik dan tahu akan jasa tokoh kultural. Ketika menjabat sebagai jabatan politik semisal Bupati maupun jabatan politik lainnya seperti anggota DPRD dan semacamnya. Bukan ketika jadi Bupati maupun jadi anggota DPR, DPRD lalu meninggalkan tokoh kultural, itu kalau terjadi namanya penghinaan terhadap kultur dan adab dan tatakrama politik. (Inul)