Saya agak kaget ketika Bu Khofifah dengan jelas dan gamblang menyoal kebijakan walikota Surabaya soal transportasi massal. Sambil meminta maaf lebih dulu kepada Ketua DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono, Bu Khofifah menyatakan kalau Surabaya sangat-sangat memprihatinkan soal penyediaan moda transportasi massal. Jakarta memiliki MRT, empat jalan lingkar, Trans Jakarta, LRT. Sedangkan Surabaya masih buruk penyediaan transportasi massal.
Ketika memberikan sambutan pada acara syukuran teman-teman anggota PWI yang lulus S2 Unair beberapa waktu lalu, Bu Khofifah memang antusias memaparkan bagaimana Pemprov mengupayakan infrastruktur yang memadai untuk menunjang pengembangan wisata.
Fokus Pemprov Jatim memang bukan untuk Surabaya. Tapi, pembenahan infrastruktur untuk kelancaran transportasi di daerah sekitar Surabaya seperti Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo dan Lamongan, termasuk menata infrastruktur menuju wisata Bromo.
Bu Risma memang gagal mewujudkan MRT (Mass Rapid Transportation) dan LRT (Light Rapid Transit) di Surabaya. Padahal, sejak periode pertama menjabat, Bu Risma antusias untuk mewujudkan MRT. Bahkan akan disiapkan lokasi di mana pembangunan akan dimulai.
Sebagai kota metropolitan, Surabaya memang miskin alat transportasi massal. Kalau toh kondisinya sudah kurang layak. Lihatlah angkutan umum di Terminal Joyoboyo, Wonokromo. Pemkot sedang membangun terminal semegah mungkin. Tapi, Angkotnya terlihat sudah saatnya diremajakan. Di terminal antarkota Bungurasih juga 11-12 alias sama saja. Bus DAMRI yang melayani penumpang menuju Surabaya juga saatnya diremajakan.
Dalam beberapa tahun ke depan, jalan-jalan di Surabaya terancam lebih macet dibanding Jakarta. Sebab, mereka yang bekerja, pergi-pulang ke Surabaya, tidak diberikan pilihan naik moda transportasi yang layak dan tepat waktu. Ini tugas teman-teman Dewan yang baru dalam mewujudkan moda transportasi massal yang layak dan nyaman. Tentu dengan harga tiket yang terjangkau. (*)