Pojokkiri.com

Rokok Murah di Bawah 15 Ribu untuk Kamu yang Gaji UMR Lamongan

Rokok Andalan jadi pilihan alternatif Eko Raharjo, dikala rokok merek terkenal mengalami lonjakan harga yang cukup tinggi.(Foto:Zainul Lutfi/Pojok Kiri.com)

Lamongan, Pojok Kiri.com- Merokok sudah menjadi keseharian Eko Raharjo, warga Dusun Kruwul,, Desa Sukoanyar, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan.

Dalam 15 tahun terakhir Eko menjadi perokok aktif. Dalam satu hari setidaknya satu bungkus rokok ia isap. Sigaret menjadi penutup seusai menyantap makan atau menemaninya di sela-sela menyelesaikan pekerjaan.

Sejumlah merek rokok pernah Eko jajal. Mulai dari merek rokok yang memiliki nama besar dan sudah akrab di telinga masyarakat, rokok tingwe (linting dewe), hingga rokok yang mereknya cukup nyeleneh.

“Dulu awalnya beli rokok eceran, kemudian mulai beli satu bungkus. Eksperimen juga tingwe, dengan berbagai macam tembakau. Memang lebih murah kalau tingwe,” ucap Eko, Senin (2/10/2023).

Satu tahun terakhir, Eko mencoba memilih sejumlah rokok dengan harga yang lebih miring. Berawal dari pamflet iklan yang dipasang di warung kelontong, ia mencoba bertanya dan membeli rokok kretek yang lebih murah itu. Merek Bagas, Lodjie, hingga Andalan menjadi pilihan Eko, dalam satu tahun terakhir ini. Rokok kretek dengan harga kisaran Rp8.000-Rp15.000 dengan isi 12 batang terasa ramah di kantong, dibandingkan rokok yang sebelumnya ia isap sehari-hari.

“Pertimbangannya ganti, atau lebih sering merokok Andalan saat ini karena memang harga lebih murah. Separuh dari harga rokok saya yang sebelumnya. Selain itu rasanya juga hampir sama, dengan rokok yang sebelumnya. Rasa tembakau itu saya suka yang tebal gitu,” ucap Eko.

Eko juga menceritakan rokok tingwe terkadang masih menjadi pilihannya. Alasannya, banyak varian tembakau yang dapat dipilih, dari berbagai daerah. Masing-masing memiliki tembakau dari daerah, memiliki ciri khasnya sendiri. Meracik dan memadukan berbagai jenis tembakau menjadi kepuasan tersendiri.

Alasan lainnya, masalah harga. Jika dibandingkan dengan rokok di pasaran, Eko dapat lebih hemat. “Kalau dibandingkan dengan rokok yang harga Rp8000-Rp15.000 per bungkus hampir sama, tidak jauh selisihnya. Jadi memang lebih sering memilih beli yang rokok murah itu. Buat selingan saja tingwenya,” ujar pegawai swasta itu.

Alumnus SMA Panca Marga Lamongan itu memberi gambaran, dengan uang Rp30.000–Rp40.000, dia bisa membuat stok rokok tingwe satu pekan. Sementara jika membeli rokok per bungkus Rp8.000-Rp 15.000 habis dalam satu hari. Selisih keduanya tidak jauh berbeda. Intinya, kita menyesuaikan pendapatan, gaji UMR Lamongan yang tak seberapa, seleranya kita sesuaikan lah,” pungkas Eko.

Perokok lainnya, Dwi Putra yang merupakan mahasiswa di salah satu kampus di Jalan Veteran mengatakan rokok merek Smith yang dipilihnya dalam beberapa bulan terakhir, dapat menghemat pengeluarannya. Biasanya, Dwi membeli langsung satu slop, untuk persediaan di tempat indekosnya. Rokok tersebut tidak ia peroleh dari warung, tetapi dari rekan yang menjualnya.

“Sudah dua, tiga bulan ini ganti rokok. Rokok ini Rp12.000 per bungkus, kalau rokok saya sebelumnya itu Rp30.000 per bungkus. Kalau rokok yang sebelumnya itu, sudah empat tahun. Jadi ya lebih ekonomis, lebih hemat sekarang,” ucap Dwi.

Dwi mengatakan rasanya tetap ada perbedaan, namun tidak berbeda jauh. “Ya harganya sudah berbeda. Rp30.000 dengan Rp12.000, tentu rasanya beda, tapi ya masih bisa menikmati,” ujarnya.(lut)